MAKALAH
PKN
“Peranan
Pers Dalam Kehidupan Masyarakat Demokrasi”
DI
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 1
Aldi Rifaldi
Asrina
Muh.Tahir
Irhamul
Qiram
3TITL2
SMKN 1 LILIRIAJA
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur semoga selalu tetap
tercurahkan kepada ALLAH SWT karena atas limpahan rakhmad serta hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Pelajaran PKN untuk membuat sebuah
makalah tentang Peranan Pers Dalam Kehidupan Masyarakat Demokrasi dengan mudah
dan lancar. Laporan Tugas Mata Pelajaran PKN ini kami susun untuk memenuhi
tugas semester Genap.
Apabila dalam
penyusunan tugas ini terdapat kesalahan kata-kata kami mohon maaf karena
sebagai makhluk tuhan yang tak sempurna pasti memiliki kekurangan.Kami juga
mengharapkan semoga tugas yang kami susun sedemikian rupa dapat memberi manfaat
yang berguna bagi para pembaca.
Cabbeng, 12 Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Sampul ………………………………………………………………………………………………………………………….…
i
Kata
Pengantar ……………………………………………………………………………..…………………………….. ii
Daftar
Isi ……………………………………………………………………………………………………………………… iii
BAB I :
Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………………………………………..…………………………………………….
1
B. Tujuan ………………………………………………………………………………………………………………
1
BAB II : Pembahasan
A.
PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN, SERTA PERKEMBANGAN
PERS DI INDONESIA
1. Pengertian Pers ………………………………………………………………………………………………
2
2. Fungsi Pers ………………………………………………………………………………………………………
2
3. Perkembangan
Pers di Dunia dan di Indonesia ……….……………………………… 3
BAB III :
Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………...
7
B. Saran ……………………………………………………………………………………………….……………..
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Istilah pers tidak asing terdengar di
telinga kita semua, berbicara tentang pers berarti akan menyangkut aktivitas
jurnalistik. Terkadang istilah pers, jurnalistik, dan komunikasi massa menjadi
tercampur baur dan saling tertukar pengertiannya. Apabila pers merupakan salah
satu bentuk komunikasi mass, maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk
mengisinya
Beberapa ahli politik berpendapat bahwa pers merupakan
kekuatan keempat dalam sebuah negara setelah legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Pendapaat tersebut sekiranya tidak berlebihan karena kenyataannya
pers dapat menciptakan/membentuk opini masyarakat luas, sehingga mampu
menggerakkan kekuatan yang sangat besar.
Dalam
era demokratisasi ini, pers telah merasakan kebebasan sehingga peranan dan
fungsi pers dapat dirasakan dan dinikmati masyarakat. Pada masa reformasi ini,
kebebasan pers telah di buka lebar-lebar. Pers mendapatkan kebebasan untuk
melakukan kritik social terhadap pemerintah. Pers bebas untuk bergerak dalam
melakukan pemberitaan. Meskipun bebas, tetapi pers tetap bertanggung jawab
dalam pemberitaannya. Pemerintah pun tetap melakukan control terhadap kebebasan
pers dalam kehidupan sehari-hari.
B.TUJUAN
1.
Untuk mengetahui fungsi dan peranan
pers.
2.
Untuk mengetahui perkembangan pers di
Indonesia.
3.
Untuk mengetahui maksud pers yang bebas
dan bertanggung jawab.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, FUNGSI DAN PERAN, SERTA
PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA
1. Pengertian Pers
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pers
adalah usaha percetakan dan penerbitan; usaha pengumpulan dan penyiaran berita
melalui surat kabar, majalah, dan radio.
Pers
(press) atau jurnalisme (journalism) adalah proses pengumpulan,
evaluasi, dan distribusi berita kepada publik.
Menurut
Undang-Undang Pers, pers adalah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik, seperti mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar. Pers dalam pelaksanaannya dapat menggunakan
sarana yang meliputi “ segala jenis saluran yang tersedia”. Kata kuncinya
terletak pada menyampaikan informasi.
Undang-undang pers menyatakan bahwa apa yang di atur di dalamnya adalah jawaban
dari amanah Pasal 28 UUD 1945 dan ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998.
2. Fungsi Pers
Fungsi
pers adalah “watchdog” (mata dan telinga), pemberi isyarat, pemberi
tanda-tanda dini, pembentuk opini, dan pengarah agenda ke depan. Presiden
Amerika Serikat , Franklin Delano Roosevelt, menjadi titik pusat
perhatian melalui acara obrolan perang “ fireside
chats, “ dan radiolah yang biasanya
pertama kali melaporkan berita perang kepada masyarakat.
Pada
medio 1990-an muncul majalah online, mengikuti
popularitas Internet. Bentuk ini tidak hanya terdiri atas unsure-unsur majalah
tradisional – berita , foto, dan iklan – tetapi juga fitur-fitur yang
difasilitasi oleh teknologi, seperti link
web , klip video dan audio, dan ruang chatting
, diperbarui setiap saat. Surat kabar nasional, seperti Kompas, Republika, dan Media
Indonesia memiliki versi online
seperti ini.
Sejarawan
dan wartawan Inggris, Asa Briggs, memaparkanbagaimana kemajuan teknologi yang
terjadi telah menciptakan revolusi media. Briggs menctatat bahwa meskipun
model-model baru berkomunikasi (meliputi televise, Komputer, Internet, dan
teknologi dan digital lain) tersediah hamper di seluruh dunia,media-media ini
dapat digunakan dengan car berbeda, tergantung pada kondisi politik dan social
yang ada. Briggs juga mengangkat pertanyaan tentang masa depan media dan
bagaimana revolusi media tak terbatas memengaruhi kehidupan manusia.
Teknologi baru terus membawa perubahan
bagi jurnalisme. Pada pertengahan dan akhir tahun 1990, Internet menjadi
kekuatan utama jurnalisme. Sebagian besar media utama – termasuk yang terlibat
dalam surat kabar, mingguan , stasiun radio, maupun stasiun televisi – mulai
menerbitkan materi laporannya di Internet. Salah satu keunggulan Internet
adalah pembaca dapat terus - menerus memperbarui ( meng-update ) informasi mengenai berbagai subjek tanpa harus menunggu
beberapa jam untuk edisi baru atau siaran berita berikutnya. Keunggulan lainnya
adalah kemampuan organisasi berita untuk menerbitkan informasi yang lebih
mendalam di Internet, seperti dokumen latar belakang , peta rinci , atau berita
sebelumnya. Namun, salah satu kelemahan Internet adalah informasi yang
diterbitkan begitu cepat, sehingga perusahaan kadangkala menurunkan berita
tanpa mengawasi kualitas dan melakukan proses cek yang biasa dilakukan di media
lain.
3. Perkembangan
Pers di Dunia dan di Indonesia
Kegiatan jurnalistik pertama yang
dikenal dalam sejarah adalah bulletin berita Acta Diurma ( Artinya kira-kira peristiwa
Harian) pada masa romawi kuno. Pada awal 1 SM, Julius Caesar memerintahkan
untuk memampangkan bulletin berita yang ditulis dengan tangan ini di forum,
alun-alun besar di kota Roma. Bulletin berita yang disebarluaskan kepada
khalayak ditemukan di China sekitar tahun 750 M. abad ke-15, penyebarluasan
berita dengan cepat dan luas dimungkinkan dengan adanya mesin cetak hasil
penemuan, Johannes Gutenberg dari Jerman. Mula-mula surat kabar hanya terdiri
atas satu lembar saja dan seringkali hanya memuat satu peristiwa saja.
Jerman,Belanda, dan Inggris memproduksi
surat kabar dan majalah dalam berbagai ukuran pada abad ke-16 dan 17. Jurnal
opini menjadi popular di Prancis mulai akhir abad ke-17. Hingga awal abad
ke-18, para politisi mulai menyadari potensi besar surat kabar dalam membentuk
opini publik. Konsekuensinya, jurnalisme pada periode ini sangat bersifat
politis; pers dianggap sebagai “suplemen” politik dan setiap partai politik
memiliki surat kabar sendiri. Selama periode ini muncullah wartawan-wartawan
besar, seperti Daniel Defoe, Jonathan Swift, Joseph Addison, dan Sir Richard
Steele. Pada saat ini juga, dimulailah perjuangan panjang menegakkan kebebasan
pers.
Jurnalisme abad ke-19 menjadi lebih
berpengaruh karena adanya metode produksi missal Revolusi Industri dan
meningkatkan angka melek huruf. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
kantor-kantor berita memanfaatkan penemuan telegram untuk untuk mengirimkan
berita secara cepat melalui kabel. Layanan seperti ini meliputi Reuters yang bermarkas di Inggris; Associated Press (AP) dan United Press ( yang kemudian berganti
nama dengan United Press International yang
berbasis di Amerika Serikat; dan Canadian
Press di Kanada.
Sejarah pers di Indonesia baru dimulai
pada abad ke-20, ketika Raden Mas Tirto Adhi Soerjo menerbitkan mingguan soenda Berita pada 17 agustus 1903.
Akibat persilisihan hukum dengan Raden Noto, kawannya sendiri, Tirto terkena
hukuman pembuangan ke Pulau Bacan (Maluku) sehingga ia terpaksa menghentikan
operasi mingguannya yang sudah berjalan dua tahun. Setelah menjalani hukuman,
Tirto kembali ke Batavia. Bersama rekan-rekannya, Tirto menerbitkan mingguan Medan Prijaji pada 1 Januari 1907. Hal
tersebut membuat Medan Prijaji menjadi
popular sebagai corong kebangkitan nasionalismenpada waktu itu. Akibat
pemberitaannya, Tirto selama bertahun-tahun berurusan dengan tuduhan di meja
hijau. Ia pun beberapa kali dipenjara karena tulisannya.
Setelah kemerdakaan, media cetak yang
paling terkenal dengan hasil investigasinya adalah harian Indonesia Raya. Harian yang dipimpin oleh Mochtar Lubis ini
mengembangkan kebijaksanaan pemberitaan yang independen, yang seringkali
berbenturan dengan kebijaksanaan politik pemerintah. Surat kabar ini
memberitakan serentetan skandal, konflik, dan penipuan yang terjadi pada berbagai
kementrian serta beberapa perwakilan Indonesia di luar Negeri. Bahkan, tahun
1954, Presiden Soekarno tidak luput dari serangan pemberitaan investigasi Indonesia Raya, ketika diam-diam
menikahi Hartini.
Pers Indonesia masa Orde Baru (
1966-1974 ) sesungguhnya lebih berorientasi ke masyarakat, populistik, kritis,
dan bebas. Stelah tahun 1974, pers Indonesia secara bertahap mulai dibatasi
kemerdekaannya. Puncaknya terjadi ketika keluar keputusan yang mengharuskan
media cetak memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dari Departemen
Penerangan RI. Hal ini menyebabkan pemerintah dapat mengendalikan kehidupan pers
Indonesia dengan represif.
Pada masa orde lama presiden soekarno
membrendel surat kabar bintang timur dan Indonesia raya. Sementara itu,orde
baru begitu ketat membelenggu pers selama berpuluhan tahun.dengan orde lama dan
orde baru hampir tidak ada pertikaian yang diselesaikan di meja hijau.sanksi
terhadap media cetak yang perkarakan diselesaikan dengan pancabutan SIUPP.
Pada masa kepemimpinan Presiden
Megawati Soekarnoputri muncul undang-undang penyiaran yang sarat kontrovensi
karena di anggap dapat mendederai kemerdekaan pers yang sudah di capai di era
reformasi.masih banyak pasal yang tak demokratis di undang-undang penyiaran (UU
No.32/2002).Menurut ketua Asosiasi TeLevisi Siaran Indonesia,Anton
A.Nangoay,pasal-pasal yang tak demokratis dalam UU penyiaran di antaranya
adalah izin penyiaran.UU tersebut harus membela kepentingan semua
pihak.kekeliruan kecil dalam merumuskan UU penyiaran dapat menimbulkan risiko
besar bagi industri pertelevisian
Indonesia.
Mohammad Hatta berpendapat bahwa
kemerdekaan pers harus ada agar kemauan rakyat dapat dipupuk dan diperkuat.
Suardi Tasrif, tokoh pers dan ahli hokum, mengatakan bahwa paling tidak ada
tiga syarat pokok yang harus dipenuhi, di manapun kemerdekaan pers berada,
yaitu:
1.
Tidak perlu
izin penerbitan pers;
2.
Tidak ada
sensor; dan
3.
Tidak ada
pembredelan pers.
a.
Perkembangan
pers pada era kolonial
Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan,
upaya mewujudkan kemerdekaan pers telah dimulai. Pada abad ke-19, tercatat
sedikitnya 19 orang tokoh wartawan (1919-1920) antara lain Soewardi
Soerjaningrat, Sarimin dan Parada telah dibuang pemerintah kolonial.
b.
Perkembangan
pers pada era demokrasi liberal (1945-1959)
Pada era demokrasi liberal 1945-1959
media massa seakan digiring menjadi organ partai, ideologi, serta aliran
politik atau aliran primordial. Namun dari sisi hubungan antara media massa dan
pemerintah terjalin hubungan yang sangat harmonis.
c.
Perkembangan
pers pada era demokrasi terpimpin (1959-1966)
Pada era demokrasi terpimpin 1959-1966
kebijaksanaan pemerintah dibidang pers bertumpu pada peraturan penguasa perang
tertinggi (Peperti) No. 10/1960 dan penpres No. 6/1963 yang menegaskan kembali
perlunya izin terbit bagi setiap penerbitan surat kabar dan majalah. Menjadi
catatan sejarah tanggal 24 Februari 1965 pemerintah melakukan pembredelan
secara massal. Sebanyak 28 surat kabar di Jakarta dan daerah di larang terbit
secara serentak.
d.
Perkembangan
pers pada era orde baru (1966-1998)
Pada era Orde Baru (1966-1998)
pengekangan terhadap kehidupan pers semakin parah. Pembredelan kembali terjadi
sebanyak 102 kali, yaitu 50 kali tahun 1971 dan 40 kali tahun1972 serta 12
penerbitan dibredel terkait dengan “Peristiwa Malari” tanggal 15 Januari 1974.
e.
Perkembangan
pers pada era reformasi (1998-sekarang)
Era reformasi mulai bergulir sejak 1998
hingga sekarang. Tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi pembangunan di bawah
pimpinan Presiden B.J Habibie meninjau dan mencabut Permenpen No. 01/1984
tentang SIUPP melalui permenpen No. 01/1998. Setahun kemudian, pemerintah
bersama legislatif mereformasi undan-undang pers yang lama dan menggantinya
dengan UU baru yang dikenal dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang pers.Beberapa
pasal tentang kemerdekaan pers untuk memperoleh informasi diatur di dalamnya
begitu pula kebebasan bagi wartawan memilih organisasi pers.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah pers Indonesia tidaklah
sepanjang sejarah pers bangsa—bangsa yang lebih dahulu memerdekakan dirinya.
Jika kita merunut titik pangkalnya, awal pers di Indonesia memainkan peranan
dalam memberikan pencerahan pada masyarakat bermula pada masa, ketika Belanda
menjajah Indonesia. Dalam masa-masa penjajahan, kemunculan pers pribumi
ditujukan untuk memotivasi, menyentil memberikan pendidikan politik dan
membakar perasaan rakyat agar mau berjuang melepaskan diri dari penjajahan.
Agar lekas memperoleh kemerdekaan.
B.
Saran
Dengan mempelajari sejarah pers,
diharapkan kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan pers dari zaman
penjajahan hingga sekarang dan kitapun dapat mengetahui bagaimana system pers
yang berjalan selama ini.
Dengan demikian, pers sangat penting
bagi masyarakat untuk mengetahui berita – berita yang ada di dunia khususnya di
Indonesia ini. Dan kita dapat menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan terhadap
bangsa Indonesia.